Menurut Said Iqbal, rancangan Permenaker yang membagi kenaikan UMP menjadi dua kategori—industri padat karya dan padat modal—tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Pembagian dua kategori ini melanggar keputusan MK. MK hanya menetapkan kenaikan UMP berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL),” tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/11/2024).
KSPI: Rancangan Permenaker Abaikan Hak Buruh
Said Iqbal mengungkapkan bahwa rancangan Permenaker ini tidak hanya melanggar putusan MK tetapi juga mengabaikan prinsip keadilan bagi pekerja. Penetapan dua kategori tersebut dianggap berpotensi menimbulkan diskriminasi antara sektor industri yang berbeda.
Lebih parah lagi, rancangan ini mencantumkan mekanisme perundingan bipartit bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan UMP. Mekanisme ini, menurut KSPI, justru melemahkan posisi tawar buruh. “Draft Permenaker ini tidak memberikan solusi yang adil bagi buruh. Bahkan, mekanisme bipartit hanya menguntungkan pihak perusahaan,” tambah Said Iqbal.
KSPI menegaskan sikapnya dengan menolak secara keseluruhan isi rancangan Permenaker tersebut. Mereka juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mengesahkan kebijakan tersebut, dengan harapan pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan pekerja.
“Kami meminta Presiden untuk berpihak kepada buruh. Kebijakan ini bukan hanya merugikan pekerja, tetapi juga berpotensi menciptakan ketimpangan yang lebih besar,” ujar Said Iqbal.
Ancaman Mogok Nasional
Sebagai bentuk protes, KSPI telah menyatakan rencana aksi besar-besaran jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Mereka mengancam akan menggelar aksi mogok nasional pada 24 Desember 2024, melibatkan ribuan buruh dari berbagai sektor di seluruh Indonesia. Aksi ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata.
“Jika Menaker tetap mengesahkan kebijakan UMP 2025, kami tidak punya pilihan lain selain mogok nasional. Ini bukan ancaman kosong, tetapi bentuk perjuangan hak-hak buruh,” kata Said Iqbal.
Ancaman ini mencerminkan eskalasi ketidakpuasan yang tinggi di kalangan pekerja. Jika mogok nasional benar-benar terjadi, dampaknya tidak hanya pada dunia kerja tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi nasional, terutama menjelang akhir tahun.
Permenaker dan Dilema Pemerintah
Rancangan Permenaker tentang UMP 2025 sejauh ini mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, terutama serikat pekerja. Di satu sisi, pemerintah berusaha menyeimbangkan kebutuhan dunia usaha untuk tetap kompetitif. Namun, di sisi lain, kebijakan ini dinilai tidak berpihak kepada buruh yang sudah berjuang menghadapi tekanan ekonomi pasca-pandemi.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Rahmawati Indriani, menyebut bahwa kebijakan UMP yang adil sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas perusahaan dan kesejahteraan pekerja. “Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan satu pihak saja. Jika tidak, gejolak sosial akan sulit dihindari,” ujarnya.
Menanti Keputusan Akhir
Dengan tekanan dari KSPI dan ancaman mogok nasional, pemerintah kini berada dalam posisi sulit. Menteri Tenaga Kerja diharapkan segera memberikan tanggapan untuk meredam ketegangan ini. Namun, hasil akhirnya masih bergantung pada apakah Presiden Prabowo akan memberikan instruksi untuk merevisi rancangan tersebut atau tetap melanjutkan pengesahan.
Bagi buruh, perjuangan mereka saat ini bukan hanya tentang UMP, tetapi juga tentang prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam kebijakan ketenagakerjaan. Masyarakat luas pun menunggu apakah suara buruh akan didengar atau justru terabaikan.
Penolakan KSPI terhadap rancangan Permenaker UMP 2025 telah memicu ancaman mogok nasional, menciptakan ketegangan antara pemerintah, pekerja, dan dunia usaha. Dengan berbagai argumen yang diajukan, keputusan akhir pemerintah akan menjadi penentu apakah konflik ini dapat diselesaikan secara damai atau justru memicu gejolak sosial lebih lanjut.