Disnaker Batam Terlalu Birokratif Untuk Nasib Pekerja

Apa Respon Masyarakat ?

Bassau Makassau yang ditemui di sebuah kedai kopi oleh media WB di bilangan Botania-2 Batam Centre mengatakan, “Wah.. Pemerintah tidak boleh membiarkan ini, masa iya kita dinegara sendiri seperti berada di negara mereka! Kok rendah sekali martabat kita masyarakat indonesia ini, pekerja kita banyak yang memiliki skill dari TKA-TKA itu. Bahkan banyak yang mamou berbahasa internasional. Ini kok malah pekerja-pekerja tak berpengalaman yang didatangkan dari luar dan tak bisa berbahasa Inggris atau indonesia lagi!”, katanya mewakili 9 orang yang saat duduk di kedai kopi itu.

Ditempat lainnya dibilangan Lubuk Baja, sebut saja Ellywati yang pernah bekerja di salah satu perusahaan di Muka Kuning juga mengatakan bahwa dia juga sering mendapat curhatan dari teman-temannya yang bekerja di PT Pegatron Technology Indonesia yang mengeluh dengan peraturan perusahaan yang tidak jelas itu, katanya prihatin.

Ditempat terpisah, Suharsad yang pernah menjadi Ketua Lembaga Buruh MPC Pemuda Pancasila merespon apa yang disampaikan Kadisnaker Rudi Sakyakirti, bahwa pihak pemerintah dalam hal ini Kadisnaker Batam agar dapat menjalankan tugasnya dengan konsisten. Bukan hanya melakukan mediasi dan pembicaraan saja. Disnaker harus juga melakukan tindakan sesuai tugas yang diamanahkan Undang-undang untuk kebaikan anak bangsa ini. “Ambil tindakan dong, jangan hanya alasan sebatas bicara saja. Jika alasan hanya menerima laporan perorangan atau laporan di fanpage saja tanpa ada aksi yang dilakukan pemerintah juga, maka pemerintah tidak akan pernah berhasil mengurus masyarakat pekerja dan membela nasib anak bangsa ini. Walaupun jalur birokrasinya harus melalui laporan resmi, tapi itu bukanlah ukuran dalam menjaga kebaikan negeri ini“, tegasnya.

Ketika awak media WB menyinggung soal pengakuan pekerja terkait penggunaan bahasa yang menimbulkan salah satu masalah pekerja diperusahaan tersebut, Suharsad yang dikenal juga sebagai tokoh pemerhati publik ini mengatakan bahwa, “Harga diri sebuah bangsa merupakan konsep final dari bernegara, termasuk masalah bahasa yang dapat dijadikan tolak ukur level dari bangsa tersebut. Dan itu ada aturannya di negara manapun. Kita ambil contoh di Jepang, pekerja kita saja kalau mau bekerja disana harus minimal level 3 (dari 5 level) baru bisa dapat kerja lebih pantas. Nah.. Kenapa disini kita sepelekan bahasa nasional kita sendiri, yaitu bahasa Indonesia yang telah menjadi salah satu bahasa internasional ?“, celetuknya mengakhiri. (RSil)

Halaman sebelumnya

Aksi Unjuk Rasa di PT. PTI Batamindo Punya Cerita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.