Peringatan 9 Februari Adalah Tradisi Rezim Orde Baru.

WAJAHBATAM.ID – 9/2/2021 | Tanggal 9 Februari adalah Hari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sehingga tidak seluruh jurnalis di Indonesia memperingatinya. Sehingga berbagai asumsi dari banyak kalangan journalis juga mempersoalkan dengan Hari Pers Nasional (HPN) yang ditetapkan Presiden Suharto dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan tanggal itu sebagai Hari Pers Nasional.

HPN seyogyanya merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Seiring dengan adanya pengakuan terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia (SK Menteri Penerangan Nomor 47 tahun 1975) maka muncullah Surat Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.

Regulasi itu pernah direvisi pada 1982 dengan lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 yang menggugurkan UU nomor 11 tahun 1966 setelah lahirnya UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dengan memperkuat UU Pers dari hasil reformasi 1998.

Dengan adanya simpang siur tentang HPN ini maka Assosiasi Journalis Indonesia (AJI) menyatakan melalui rekomendasinya bahwa HPN yang yang ditetapkan dalam Keppres sudah tidak berlaku.

Disamping itu AJI mendesak juga Dewan Pers sebagai payung bagi organisasi komunitas pers segera membahas revisi tanggal HPN dimana perubahan tanggal itu diharapkan tidak hanya membuat HPN bisa diperingati oleh lebih banyak komunitas pers, tapi juga untuk mengubah tradisi pelaksanaannya selama ini. AJI juga meminta Presiden Jokowi untuk mencabut SK Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menjadi dasar hukum penetapan 9 Februari sebagai HPN. (Sumber: AJI Indonesia)

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP Serikat Pers RI Hence Mendagi menyampaikan bahwa “Sejak UU Pers thn 1999 berlaku penetapan HPN otomatis gugur. Namun karena masih ada Kepres tahun 85, maka HPN mengacu ke Kepres yang notabene tanggal tersebut meruoakan HUT PWI”.

Lebih jauh Hence mengungkapkan bahwa, “AJI dan IJTI pernah menuntut perihal HPN agar direvisi. Tapi tuntutan tersebut ditantang oleh PWI dengan ancaman akan mencabut diri dari DP sehingga tuntutan tersebut diabaikan”. ujarnya.

“HPN sejatinya harus mengacu pada hari pertama terbitnya koran cetak di Indonesia 8 agustus thn 1774, oleh karena itulah SPRI tidak mengakui HPN sehingga AJI tidak merayakannya meski dia merupakan konstituen Dewan Pers”, Hence Mendagi melanjutkan percakapannya dalam sebuah forum diskusi SPRI.

Dalam forum yang sama, Koordinator SPRI Wilayah Sumatera Davis Karmoy menyampaikan bahwa, “Reporters Without Borders yang berfokus pada isu kebebasan pers menyebutkan kondisi kebebasan pers di Indonesia sangat buruk. Indonesia berada pada urutan 124 dunia pada World Press Freedom Index dari total 180 negara. Pemeringkatan ini berdasarkan kepada tiga aspek, yaitu lingkungan hukum, lingkungan politik, dan lingkungan ekonomi. Membangun negara Indonesia ini butuh keterlibatan semua pihak, dan peran jurnalis adalah salah satunya wadah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat”. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.